Justin Bieber

Sabtu, 04 Mei 2013

CONTOH TAKHRIJ HADITS


TAKHRIJ HADITS

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ulumul Hadits
Dosen Pengampu : Achmad Zuhrudin, M.Si.




Disusun Oleh:
Habib Abdullah          123111076


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013

TAKHRIJ HADITS
       I.            PENDAHULUAN
Ilmu takhrij Hadits adalah ilmu yang sangat urgen dalam kajian hukum Islam, karena Hadits yang merupakan sumber hukum Islam kedua haruslah diragukan kualitasnya sebelum dapat dibuktikan bahwa dasar hukum yang dipakai tersebut adalah Hadits yang layak untuk dijadikan hujjah. Salah satu syarat ijtihad dan mujtahid yang diyakini oleh banyak ulama adalah mengetahui Hadits dan ilmu Hadits, tentu saja mengetahui ilmu Hadits ini juga mencakup ilmu takhrij Hadits. Seorang mujtahid-saat ini orang-orang cenderung merendah diri tidak ingin disebut sebagai mujtahid-harus bisa mentakhrij Hadits yang ia gunkan sebagai landasan hukumnya, sanad dan kualitas sanad, kualitas Hadits baik dari segi wurud dan dari segi kebersambungannya kepada rasulullah saw.
Takhrij yang kemudian digunakan untuk kajian sebuah Hadits lebih lanjut adalah mengemukakan letak asal Hadits pada sumbernya yang asli, yaitu kitab Hadits yang didalamnya dicantumkan Hadits tersebut lengkap dengan sanad-sanadnya, kualitas sanad dan kualitas Hadits tersebut.  
    II.            RUMUSAN MASALAH
1.      Lafadz Hadits yang di takhrij ?
2.      Bagaimana kesinambungan antara sanad?
3.      Bagaimana biografi para sanad?
 III.            PEMBAHASAN
1.      Lafadz Hadits yang Ditakhrij
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا سفيان عن عمرو قال أخبرني أبو المنهال سمع إياس ابن عبد المزني وكان من أصحاب النبي صل الله عليه وسلم قال لَا تَبِيْعُوْا الْمَاءَ فَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الْمَاءِ لَايَدْرِى عَمْرُو أَيَّ مَاءٍ هُوَ.
Artinya : “Abdullah telah menceritakan kepada kita, telah menceritakan kepadaku ayahku (Imam Ahmad), berkata,”Sufyan telah menceritakan dari ‘Amr, dari Abu Minhal yang mendengar Iyas ibn ‘Abd al-Mazaniy, berkata “janganlah menjual air karena aku mendengar Rasulullah saw. Melarang penjualan air, dimana ‘Amr tidak mengetahui air apakah yang dimaksudkan”.[1]
2.      Kesinambungan antara Sanad
Hadits tersebut diriwayatkan Abdullah melalui jalur imam Ahmad ~ sufyan ~ ‘Amr ~ Abu al Minhal ~ Iyas ibn ‘Abd al Mazanniy ~ Rosulullah S.A.W. Skema sanad hadits tersebut seperti ini:
‘Abdullah

Ahmad ibn Hanbal

Sufyan

‘Amr

Abu al Minhal

Iyas ibn ‘Abd al Mazanniy

3.      Biografi  Para Sanad

1.       ‘Abdullah
a.       Nama dan hidupnya
Yang dimaksud dengan nama ini adalah perawi yang nama lengkapnya adalah ‘Abdullah ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Hilal ibn Asad al-Syaibani, Ayah ‘Abd al-Rahman al-Baqhdadi.[2]
Ia menerima riwayat dari ayah (guru)nya (Ahmad ibn Hanbal), Ibrahim ibn al-Hajjaj al-Syami, Ahmad ibn Mani al-Baghawi dan lainnya.
Ia meriwayatkan pada al-Nasa’i banyak hadits, pada Abu Bakar al-Najjad, Ahmad ibn Kamil, dan lainnya. Ia hidup dalam tahun 213 – 290 H.
b.      Pendapat  ‘Ulama’
‘Ulama hadits berpendapat tentang ‘Abdullâh ibn Ahmad. Diantara komentar mereka adalah sebagai berikut :
Ø  ‘Abbas al-Duri pernah mendengar dari Ahmad, katanya: “Abd Allâh mempunya banyak ilmu”.
Ø  Khatami dari Abu Zahra dari Ahmad, katanya : “Ia dikenal dan dicatat sebagai ‘ulama ahli hadits”.
Ø  Al-Khathib berkata: “Ia adalah kredible (tsiqah), bagus analisisnya”.
Ø  An Nasa’i berkata : “Ia adalah tsiqah”.
Ø   Abu Bakr al-Khalal berkata: “Ia adalah lelaki jujur, tegar dan pemalu”.
Ø  ‘Abdullah sendiri menyatakan, bahwa apa yang diucapkan adalah setelah didengarnya dari ayahnya sebanyak tiga kali.[3]
Berdasarkan pernyataan para kritikus hadits dan ahli hadits serta pengakuannya sendiri tersebut, maka ‘Abdullâh ibn Ahmad adalah perawi yang salih, jujur (shadiq), banyak ilmu, cerdas (kritis). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ia adalah perawi yang tsiqah.
2.      Ahmad ibn Hanbal
a.       Nama dan hidupnya
Nama Ahmad ibn Hanbal diketahui dari pernyataan ‘Abdullâh bahwa ia menerima riwayat dari ayahnya. Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Hilal ibn Asad al-Syaybani, sebagai ayah bagi ‘Abdullâh al-Maruzi al-Baghdadi. Ia lahir di Baghdad dan hidup pada tahun 164 – 241 H.
Ia menerima riwayat dari banyak guru, yakni Basyar ibn al-Mufdlal, Isma’il ibn ‘Ilya, Sufyan ibn ‘Uyayna, Jarir ibn ‘Abd al-Hamid, Yahya ibn Sa’id al-Qathan, Abu Dawud al-Thayalasi, ‘Abd Allah ibn Numair, ‘Abd al-Razzaq, ‘Ali ibn ‘Ayyasy al-Humshi, al-Syafi’i, ghindar, Mu’tamar ibn Sulaiman, dan banyak kelompok.
Riwayatnya disampaikan kepada al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Baqun beserta al Bukhari, Aswad ibn ‘Amir Syadzan, ibn Mahdi, al-Syafi’i, Abu al-Walid, ‘Abd al-Razzaq, Waki’, Yahya ibn Adam, Yazid ibn Harun (mereka adalah gurunya), dan Qutaiba, Dawud ibn ‘Amr, Khalaf ibn Hisyam (mereka adalah lebih tua darinya), dan Ahmad ibn Ubay al-Hawari, Yahya ibn Ma’in, ‘Ali ibn al-Madini, al-Husain ibn Manshur, Ziyad ibn Ayub, Duhaim, Abu Qudama as Sarkhasi, Muhammad ibn Rafi’, Muhammad ibn Yahya ibn Abi Samina (mereka adalah satu kurun dengannya), dan anak-anaknya (‘Abdullah dan Shalih), dan beberapa muridnya seperti Abu Bakr al-Atsram, Harb al-Kirmani, Baqi ibn Mukhallid, Hanbal ibn Ishaq, Syahin ibn al-Samida’, al-Maimuni, dan lainnya. Orang yang paling akhir meriwayatkan hadits darinya adalah Abu al-Qasim al-Baghawi.
b.      Pendapat ‘Ulama’
Berikut ini adalah pendapat yang disampaikan oleh para ahli tentang Ahmad:
Ø  Ibn Ma’in berkata: “Saya belum melihat orang yang lebih baik daripada Ahmad. Ia tidak pernah membanggakan bangsa Arab”.
Ø  ‘Arim berkata: “Pada suatu hari saya berkata padanya: ”Hai ayah ‘Abd Allâh, Engkau datang dari Arab”, Jawabnya: “Hai ayah al-Nu’man, kami golongan miskin”.
Ø   Shalih (puteranya) berkata: “Saya mendengar ayah berkata bahwa ia lahir pada tahun 164 H. di bulan Rabi’ al Awwal”.
Ø   Ibrahim ibn Syammas berkata: “Saya mendengar waki’ ibn al-Jarrah dan Hafsh ibn Ghayyats berkata bahwa dalam belum ada lelaki yang datang ke Kufa setaraf Ahmad”.
Ø  Al-Qathan berkata: “Belum pernah ada pemuda yang selevel Ahmad datang kepadaku”;.
Ø  Ahmad ibn Sinan berkata: “Saya tidak pernah melihat Yazid ibn Harun (murid Ahmad) lebih hormat kepada seseorang daripada Ahmad ibn Hanbal”.
Ø  ‘Abd al-Razzaq berkata: “Saya belum melihat orang yang lebih menguasai hukum agama (Faqih) dan lebih wira’i daripada Ahmad”.
Ø  Abu ‘Ashim berkata: “Kami belum pernah didatangi orang yang sangat baik fiqhnya daripada Ahmad”.
Ø  Yahya ibn Adam berkata: “Ahmad adalah imam kita”.
Ø  Asy-Syafi’i berkata: “Saya meninggalkan Baghdad, dan saya tidak meninggalkan orang yang lebih ahli di bidang fiqh, ahli zuhud, ahli wira’i dan lebih pandai daripada Ahmad ibn Hanbal”.
Ø  ‘Abdullâh al-Khuraibi berkata: “Ia adalah orang terbaik di zamannya”.
Ø  Abu al-Wahid berkata: “Tidak ada orang di dua negeri yang lebih kucinta daripada Ahmad”.
Ø  Al-‘Abbas al-‘Anbari berkata: “Ia adalah Hujjah”.
Ø  Ibn al-Madiri berkata: “Tidak ada di antara teman kami yang lebih mampu menghafal hadits daripadanya”.
Ø  Qutaiba berkata: “Ahmad adalah pemimpin dunia”.
Ø  Abu ‘Ubaid berkata: “Saya tidak mengetahui orang satu lebel Ahmad dalam Islam”.
Ø  Yahya ibn Ma’in berkata: “Seandainya kami duduk pada suatu majlis pemujaan tentu kami tidak menyebutkan kelebihannya”.
Ø  Al-‘Ijli berkata: “Ia tsiqah yang konsisten dalam hal hadits, mensucikan jiwa, sangat memahami hadits, pengikut atsar…”.
Ø  Abu Tsaur berkata: “Ahmad adalah guru dan pemimpin kami”.
Ø  Abu Zur’ah ar-Razi berkata: “Ahmad menghafal sejuta hadits, … dan saya mengambilnya beberapa bab”.
Ø  ‘Abdullâh berkata: “Ayah senantiasa melakukan shalat 300 raka’at sehari semalam”.
Ø  Al-Nasa’i berkata: “Ahmad adalah orang yang hafidh (hafal banyak hadits), bertaqwa dan ahli fiqh.[4]

Berdasarkan komentar diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ahmad ibn Hanbal adalah Tsiqah.

3.      Sufyan
a.       Nama Lengkapnya
Berdasarkan data Ahmad ibn Hanbal, maka yang dimaksud dengan nama Sufyan dalam hadits di atas adalah Sufyan ibn ‘Uyaina.[5] Nama lengkapnya adalah Sufyan ibn ‘Uyaina ibn Abi ‘Imran Maimun al-Hilali, ayah Muhammad al-Kufi. Ia tinggal di Mekkah.
Ia meriwayatkan hadits dari banyak guru, yakni ‘Abd al-Malik ibn ‘Umair, Abu Ishaq as-Sabi’i, Ziyad ibn ‘Alaqa, al-Aswad ibn Qays, Aban ibn Tughlab, Ibrahim, Musa, Muhammad Bani ‘Uqba, Ishaq ibn ‘Abd Allâh ibn Abi Thalha, Israil Abi Musa, Isma’il ibn Abi Khalid, Isma’il ibn Umaya, Ayub ibn Musa, Ayub ibn Abi Tamima as Sakhtiyani, Yazid ibn Abi Barda, Bayan ibn Basyar, Ja’far al-Shadiq, Jami’ ibn Abi Rasyid, Hamid al-Thawil, Hamid ibn Qays al-A’raj, Zakariya ibn Abi Rasyid, Zaid ibn Aslam, Salim, Abi an-Nadhir, Abi Hazim ibn Dinar, Sulaiman al-Taimi, Sulaiman al-Ahwal, Suma, Suhail, Syabib ibn Ghirqada, Shalih ibn Kisan, Shalih ibn Shalih ibn Hay, Shafwan ibn Salim, Dlamra` ibn Sa’id, ‘Ashim al-Ahwal, ‘Ashim ibn Bahdala ibn Kalib, ‘Abdullah ibn Dinar, Abi al-Zinad, ‘Abd Allâh ibn Thawus, ‘Abd Allâh ibn Abi Husain, ibn Abi Najih, ‘Abd Rabbih, Sa’d, Yahya, ‘Abd ar Rahman ibn al-Qasim, ‘Abd al-‘Aziz, ibn Rafi’, ‘Abd al-Karim Abi Umaya, ‘Abd al Karim al-Jazri, ‘Abd Allâh ibn ‘Umar, ‘Ubaid Allâh ibn Abi Yazid, ‘Ali ibn Zaid ibn Jad’an, ‘Ubaid Allâh ibn ‘Abd Allâh ibn al-Ashamm, ‘Amr ibn Dinar, az-Zuhri, al-‘Ala ibn ‘Abd al-Rahman, ibn ‘Ajlan, Muhammad ibn ‘Amr ibn ‘Alqama, Mathraf ibn Tharif, al-A’masy, Manshur, al-Walid ibn Katsir, Yazid ibn Khushaifa, Abi Ishaq al-Syaibani, Abi Ya’fur al-Shaghir, dan masih banyak lagi.
Dan ia meriwayatkan hadits kepada al-A’masy (juga pernah meriwayatkan hadits kepada Sufyan), ibn Juraij, Syu’ba, ats Tsauri, dan Mas'ar (mereka adalah sekaligus gurunya), Abu Ishaq al-Fazzari, Hammad ibn Zaid, al-Hasan ibn Hay, Hamam dan Abu al-Ahwash, ibn al-Mubarak, Qays ibn al-Rabi’, Abu Mu’awiya, Waki’, Mu’tamar ibn Sulaiman, Yahya ibn Abi Zaida (mereka ini satu masa dengan sufyan dan wafat sebelumnya), Muhammad ibn Idris al-Syafi’i, ’Abd Allâh ibn Wahab, Yahya al-Qathan, ibn Mahdi, Abu Usamah, Rauh ibn ‘Ubada, al-Faryabi, Abu al-Walid al-Thayyalasi, ‘Abd al-Razzaq, Abu Nu’aim, Abu Ghassan al-Nahdi, Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma’in, ‘Ali ibn al madini, Ishaq ibn Rahawaih, ‘Amr ibn ‘Ali al-Fallas, dua putera Abi Syaiba, Abu Khaitsama, Ahamad ibn Shalih al-Mishri, Ahmad ibn Mani’, Abu Tauba al-Halabi, Abu Ja’far al-Nufaili, Abu Bakr al-Hamidi, ibn Abi ‘Umar al-‘Adani, ‘Ali ibn Hajar, ‘Ali ibn Khasyram, Qutaiba, Abu Musa al-‘Unazi, Harun al-Hammal, Ahmad ibn Syaiban al-Ramli, al-Hasan ibn Muhammad az-Za’farani, az-Zubair ibn Bakr, Muhammad ibn ‘Isa ibn Hibban, Muhammad ibn ‘Ashim al-Ashbihani, dan lainnya.[6]
b.      Pendapat ‘Ulama’
Banyak komentar diberikan kepada Sufyan ibn ‘Uyaina, di antaranya adalah:
Ø  Ibn al Madini berkata: “Sufyan lahir pada tahun 107 H.”.
Ø   Ibn ‘Uyaina (Sufyan) berkata: “Orang yang pertama kali memberiku sanad adalah Mas'ar”.
Ø  ‘Ali ibn al-Madini berkata: “Tidak ada murid al-Zuhri yang lebih bertaqwa daripada ibn ‘Uyaina (Sufyan)”. … “Saya mendengar Basyar ibn al-Mufdlal berkata, bahwa tidak ada seorangpun di muka bumi ini yang menyerupai ibn ‘Uyaina”.
Ø  Al-‘Ijli berkata: “Sufyan adlaah seorang Kufa, tsiqah dalam meriwayatkan hadits, haditsnya hasan, tergolong bijak diantara para pemangku hadits”.
Ø  Al-Syafi’i berkata: “Seandainya tidak ada Malik dan Sufyan, niscaya ilmu bangsa Hijaz telah musnah”. … “Saya belum melihat seorang manusia yang mempunyai keluasan ilmu sebagai yang dimiliki ibn ‘Uyaina, tidak ada pemuda seramah dia”.
Ø  ‘Utsman al darimi berkata: “Aku bertanya pad aibn Ma’in: “ibn ‘Uyaina, ‘Amr ibn Dinar, ataukah al-Tsauri yang lebih kau cinta?” Jawabnya: “Uyaina sendiri yang lebih tahu”.
Ø  Ibn Wahb berkata: “Saya belum melihat orang yang lebih mengetahui kitab Allâh daripada ibn ‘Uyaina”.
Ø  Al-Waqidi berkata: “Sufyan wafat pada hari sabtu pertama di bulan Rajab tahun 198 H.”.
Ø  Ibn ‘Ammar berkata: “Saya mendengar Yahya ibn Sa’ad al-Qathan berkata: “Saksikan, bahwa Sufyan ibn ‘Uyaina meninggal pada tahun 197 H”.
Ø  Ibn Ma’in al-Razi mengatakan, Harun ibn Ma’ruf berkata: “Sesungguhnya ibn ‘Uyaina inkonsistens”, sedangkan Sulaiman ibn Hazb berkata: “Ibn ‘Uyaina mengalami kesalahan pada umumnya hadits melalui Ayub”.
Ø  Ahmad berkata: “Saya tidak melihat seorang ahli fiqh yang lebih pandai dalam hal al-Qur`ân dan al-Sunnah daripada Sufyan”.
Ø  Ibn Sa’ad berkata: “Sufyan itu tsiqah yang konsisten, banyak hadits, dan menjadi Hujjah”.
Ø  Para huffadh sepakat bahwa Sufyan adalah orang yang lebih konsisten terhadap ‘Amr ibn Dinar. Ibn Hibban berkata: “Sufyan termasuk penghafal hadits yang serius, ahli Wira’i dan ahli agama”.[7]
Berdasarkan uraian di atas, maka Sufyan ibn ‘Uyaina adalah perawi yang tsiqah dan muttashil dengan perawi sesudahnya.
4.      ‘Amr
a.       Nama dan Nasabnya
Perawi ini bernama lengkap ‘Amr ibn Dinar al-Makki, ayah Muhammad al-Atsram al-Jumahi Maulahum.
‘Amr menerima riwayat hadits dari banyak guru, yakni ibn ‘Abbas, ibn Zubair, ibn ‘Umar, ibn ‘Amr ibn al-‘Ash, Abu Huraira, Jabir ibn ‘Abd Allâh, Abu al-Thufail, Sa’ib ibn Yazid, Bujala ibn ‘Ubda, Abu al-Sya’tsa Jabir ibn Zaid, al-Hasan ibn Muhammad ibn ‘Ali ibn Abi Thalib, Abu Shalih as Samman, Wahb ibn Munabbih, Abu Salama ibn ‘Abd al-Rahman, Abu al-‘Abbas al-Sya’ir al-A’ma, Salim ibn Syawwal, Sa’id ibn Abi Barda, Sa’id ibn Jubair, Sa’id ibn al-Zubair, ibn Abi Mulaika, ‘Urwa ibn al-Zubair, Abu Al Minhal ‘Abd al-Rahman ibn Muth’im, ibn Abi Mulaika, ‘Atha ‘ibn Mina, ‘Atha ibn Yasar, ‘Ikrima, ‘Amr ibn Aus ats Tsaqafi, Kuraib, al-Qa’qa’ ibn Hakim, Muhammad dan Nafi’ (dua putera Jubair ibn Muth’am), Abu Ja’far Muhammad ibn ‘Ali ibn al Husain, al-Zuhri, dan kelompok lainnya.
Dan dari ‘Amr riwayat disampaikan kepada Qatada yang wafat mendahului ‘Amr, Ayyub, ibn Juraij, Ja’far al-Shadiq, Muhammad ibn Juhada, Malik, Syu’ba, Dawud ibn ‘Abd ar-Rahman al-‘Athar, Rauh ibn al-Qasim, Zakaria ibn Ishaq, Salim ibn Hayyan, Sulaiman ibn Katsir, Qurra ibn Khalid, Qays ibn Sa’d al-Makki, Muhammad ibn Muslim, al-Tha’ifi, Mathar al-Waraq, Wuraqa ibn ‘Umar, Hasyim, Abu ‘Uwana, Manshur ibn Zadzan, al-Hammadan (dua nama Hammad), dua nama Sufyan, dan lainnya.[8]
b.      Pendapat ‘Ulama’
Untuk mengetahui siapakah ia kita perlu mencermati beberapa komentar dari para ahli. Antara lain :
Ø  Muhammad ibn ‘Ali al-Jurjani berkata atas riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, bahwa Syu’ba tidak mampu mengajukan seorang nama kepada ‘Amr ibn Dinar, baik dalam hal hukum maupun lainnya. Demikian pula kata ibn al-Madini dari ibn Mahdi dari Syu’bah.
Ø  Nu’aim ibn Hammad berkata: “Aku mendengar ibn ‘Uyaina menyebutkan riwayat dari ibn Najih yang menyatakan, bahwa di sini kami tidak mendapati seorang pun yang lebih intelek (ahli Fiqh), dan berilmu lainnya daripada ‘Amr ibn Dinar, termasuk ‘Atha, Mujahid dan Thawus”.
Ø  Al-Humaidi dan kawan-kawan berkata dari Sufyan: “Saya bertanya kepada Mas'ar, adakah orang yang kau lihat lebih meyakinkan terhadap hadits?” Jawabnya: “ ‘Amr ibn Dinar dan al-Qasim ibn ‘Abd ar Rahman”.
Ø  ‘Abd ar-Rahman ibn al-Hakam berkata dari ibn ‘Uyaina: “ ‘Amr ibn Dinar menyampaikan riwayat kepada kami, ia seorang tsiqah, tsiqah, tsiqah…”.
Ø  ‘Ali ibn al-Hasan al-Nasa’i dari ibn ‘Uyaina berkata: “ ‘Amr sakit dijenguk oleh al-Zuhri. Ia berdiri dan berkata: “Saya belum melihat seorang yang lebih hebat dalam hal hadits daripada Syekh yang satu ini”. “… ia tsiqah dan konsisten”.
Ø  ‘Ali dari al Qathan berkata: “ ‘Amr lebih konsisten bagiku daripada Qatada”.
Ø  Abu Zur’a dan Abu Hatim: “Ia tsiqah”. Ibn Abi Hatim dari Abu Zur’a berkata: “Saya belum mendengar (riwayat) dari Abi Huraira”.
Ø  Ibn Hibban: “Ia melebihi 70 orang”.
Ø  Al-Tirmidzi: “Al-Bukhari menyatakan, bahwa ‘Amr ibn Dinar tidak mendengar dari ibn ‘Abbas sebuah hadits riwayat dari ‘Umar tentang menangis terhadap mayit”.
Ø  Ibn Hajar: “Ini semua mengindikasikan, bahwa ia seorang mudallis”.
Ø  Al-Dzakaf: “Apa yang disangkakan kepadanya berupa isu syi’ah (Tasyayyu’) adalah nonsence (bathil)”.[9]
Mayoritas komentator di atas menilai bahwa ‘Amr ibn Dinar adalah perawi tsiqah, terpercaya dan muttashil.
5.      Abu al Minhal
a.       Nama dan Nasabnya
Yang dimaksud dengan Abu al-Minhal di sini adalah ‘Abd Ar-Rahman ibn Muth’im al-Bunani, ayah al-Minhal al-Makki. Ia orang Bashra yang pindah ke Makkah.
Abu al-Minhal mengambil riwayat dari ibn ‘Abbas, al-Barra, Zaid ibu Arqam dan Iyas ibn ‘Abd al-Muzni.
Dan ia meriwayatkan hadits kepada ‘Amr ibn Dinar, Habib ibn Abi Tsabit, ‘Amir ibn Mash’ab, Sulaiman al-Ahwal, ‘Abd Allâh ibn Katsir al-Qari’, Isma’il ibn Umaya dan Abu al-Tayyah.
b.      Pendapat ‘Ulama’
Banyak komentar dialamatkan kepadanya. Antara lain:
Ø  Abu Zur’a: “Ia orang Makkah dan tsiqah”. Demikian dicatat oleh ibn Hibban.
Ø  Abu Bakr ibn Abi ‘Ashim: “Ia wafat pada tahun 106 H”.
Ø  Ibn Hajar: “Abu al-Minhal dianggap tsiqah oleh ibn Ma’in, Dar al-Quthni, al’Ijli dan Abu Hatim.”.
Ø  Ibn Sa’d: “Ia tsiqah, sedikit hadits”.
Ø  Al-Bukhari: “Ia dipuji oleh ibn ‘Uyaina (Sufyan)”.
Ø  Abu al-Tayyah berkata dan meriwayatkan dari al-Minhal al-‘Inzi: “Saya tidak tahu, apakah demikian atau tidak”.[10]
Beberapa komentar tersebut mengisyaratkan bahwa Abu al-Minhal adalah seorang yang tsiqah dalam sanad.
6.      Iyas
a.       Nama Lengkapnya
Nama lengkapnya adalah Iyas ibn ‘Abd al-Muzanni, ayah ‘Auf. Ia seorang shahabat.
Ia meriwayatkan hadits dai NABI saw., bahwa Nabi melarang penjualan air (haditsnya telah disebut di depan). Riwayat tersebut dari Iyas diterima oleh Abu Al-Minhal’Abd al-Rahman ibn Muth’am.
b.       Pendapat ‘Ulama’
Tidak banyak komentar yang diberikan kepada Iyas, yaitu:
Ø  Ibn Hajar: “Dalam al-Mu’jam, al-Baghawi berkata: “Saya tidak mengetahuinya meriwayatkan hadits yang diisnadkan pada lainnya. Hadits yang diriwayatkan darinya adalah Mauquf. Ia adalah kakek ‘Abdullâh ibn al-Walid ibn ‘Abd ibn Ma’qal ibn Muqrin”.
Ø  Al-Azdi dan ibn ‘Abd al-Bar: “Riwayatnya hanya diterima oleh ‘Abd al-Rahman ibn Muth’im”.[11]
Pendapat yang hanya datang dari dua orang tersebut menilai bahwa Iyas tidak terkenal, bahkan haditsnya dianggap mauquf oleh al-Baghawi. Namun demikian keadaan tersebut tidak mengurangi nilai dan bobot hadits yang dibawanya karena para rijal lainnya sangat dipercaya.

 IV.            KESIMPULAN
Berdasarkan keterangan di atas, hadits di atas memiliki sanad yang muttashil dari bawah keatas. Semua rawi mendapat komentar dari banyak kalangan dan pihak yang menunjukkan bahwa mereka adalah tsiqah, meskipun masih ada sebagian yang memperoleh nilai kurang, yakni Iyas, ia dinilai oleh al-Baghawi bahwa hadits yang dibawanya adalah mauquf. Namun demikian belum ada yang mencelanya.
Dari uraian di atas dapat diambil simpulan, bahwa hadits tentang larangan menjual air di atas adalah shahih sanadnya, karena para perawinya adalah muttashil, tidak syadz dan tidak tercela, kecuali Iyas. Dengan demikian, hadits tersebut ditinjau dari segi sistem periwayatan adalah Shahih. Dan dapat dijadikan sumber hukum dalam Islam mengenai Buyu’.
Bahwa takhrij al-hadits yang dilakukan ini hanya terfokus pada sanadnya. Maka hasil akhir dari sebuah penelitian belum bisa maksimal, karena masih bergantung pada bagaimana keadaan matan sebuah hadits.
    V.            PENUTUP
Demikianlah yang dapat saya sampaikan pada pembahasan makalah ini. Sekiranya banyak kesalahan dalam penyusunannya, saya mohon ma’af yang sebesar-besarnya, saya berharap Bapak Dosen dapat memberikan kritik dan saran guna memperbaiki makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.












DAFTAR PUSTAKA

Abd Al Tsafi, Muhamad Abd As Salam, 1994, Musnad Imam Ahmad Bin Hambal Juz 7, Beirut: Darul Kitab Al Islami.
Al ‘Asqalani, Ibn Hajar, Tahdzhib at Tahdzib, 1984, Beirut Libanon: Darul Kitab Al Islami.




[1] Muhamad Abd As Salam Abd Al Tsafi, Musnad Imam Ahmad Bin Hambal, (Beirut:Darul Kitab Al Islami, 1994) Juz 4 hal.138
[2] Ibn Hajar al ‘Asqalani, Tahdzhib at Tahdzib, Beirut Libanon: Darul Kitab al Islami, 1984, Juz 5, 141.
[3] Ibid.
[4] Ibid.,Juz 5 hal. 141
[5] Sufyan sebagai guru Ahmad disebut setelah Basyar dan Isma’il. Lihat Ibid, hal. 141.
[6] Ibid., Juz 4 hal. 104-105.
[7] Ibid., Juz 4 hal. 105-107.
[8] Ibid., Juz 8 hal. 26-27
[9] Ibid., Juz 8 hal. 27
[10] Ibid., Juz 6 hal. 234.
[11] Ibid., Juz 1 hal. 341.

Kenbali ke Santri Suwung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar