TAKHRIJ HADITS
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ulumul Hadits
Dosen Pengampu : Achmad Zuhrudin, M.Si.
Disusun Oleh:
Habib Abdullah 123111076
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
TAKHRIJ HADITS
I.
PENDAHULUAN
Ilmu takhrij Hadits adalah ilmu yang sangat urgen dalam kajian
hukum Islam, karena Hadits yang merupakan sumber hukum Islam kedua haruslah
diragukan kualitasnya sebelum dapat dibuktikan bahwa dasar hukum yang dipakai
tersebut adalah Hadits yang layak untuk dijadikan hujjah. Salah satu syarat
ijtihad dan mujtahid yang diyakini oleh banyak ulama adalah mengetahui Hadits
dan ilmu Hadits, tentu saja mengetahui ilmu Hadits ini juga mencakup ilmu
takhrij Hadits. Seorang mujtahid-saat ini orang-orang cenderung merendah diri
tidak ingin disebut sebagai mujtahid-harus bisa mentakhrij Hadits yang ia
gunkan sebagai landasan hukumnya, sanad dan kualitas sanad, kualitas Hadits
baik dari segi wurud dan dari segi kebersambungannya kepada rasulullah saw.
Takhrij yang kemudian digunakan untuk kajian sebuah Hadits lebih
lanjut adalah mengemukakan letak asal Hadits pada sumbernya yang asli, yaitu
kitab Hadits yang didalamnya dicantumkan Hadits tersebut lengkap dengan
sanad-sanadnya, kualitas sanad dan kualitas Hadits tersebut.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Lafadz Hadits yang di takhrij ?
2.
Bagaimana kesinambungan antara sanad?
3.
Bagaimana biografi para sanad?
III.
PEMBAHASAN
1.
Lafadz Hadits yang Ditakhrij
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا سفيان عن عمرو قال أخبرني أبو المنهال
سمع إياس ابن عبد المزني وكان من أصحاب النبي صل الله عليه وسلم قال لَا تَبِيْعُوْا
الْمَاءَ فَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى
عَنْ بَيْعِ الْمَاءِ لَايَدْرِى عَمْرُو أَيَّ مَاءٍ هُوَ.
Artinya : “Abdullah telah
menceritakan kepada kita, telah menceritakan kepadaku ayahku (Imam Ahmad),
berkata,”Sufyan telah menceritakan dari ‘Amr, dari Abu Minhal yang mendengar
Iyas ibn ‘Abd al-Mazaniy, berkata “janganlah menjual air karena aku mendengar
Rasulullah saw. Melarang penjualan air, dimana ‘Amr tidak mengetahui air apakah
yang dimaksudkan”.[1]
2. Kesinambungan
antara Sanad
Hadits tersebut diriwayatkan Abdullah melalui jalur imam Ahmad ~ sufyan
~ ‘Amr ~ Abu al Minhal ~ Iyas ibn ‘Abd al Mazanniy ~ Rosulullah S.A.W. Skema sanad
hadits tersebut seperti ini:
‘Abdullah
Ahmad ibn
Hanbal
Sufyan
‘Amr
Abu al
Minhal
Iyas ibn ‘Abd al Mazanniy
3. Biografi Para Sanad
1.
‘Abdullah
a.
Nama dan hidupnya
Yang dimaksud dengan nama ini adalah perawi yang nama lengkapnya
adalah ‘Abdullah ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Hilal ibn Asad
al-Syaibani, Ayah ‘Abd al-Rahman al-Baqhdadi.[2]
Ia menerima riwayat dari ayah (guru)nya (Ahmad ibn Hanbal), Ibrahim
ibn al-Hajjaj al-Syami, Ahmad ibn Mani al-Baghawi dan lainnya.
Ia meriwayatkan pada al-Nasa’i banyak hadits, pada Abu Bakar
al-Najjad, Ahmad ibn Kamil, dan lainnya. Ia hidup dalam tahun 213 – 290 H.
b.
Pendapat ‘Ulama’
‘Ulama hadits berpendapat tentang ‘Abdullâh ibn Ahmad. Diantara
komentar mereka adalah sebagai berikut :
Ø ‘Abbas al-Duri pernah
mendengar dari Ahmad, katanya: “Abd Allâh mempunya banyak ilmu”.
Ø Khatami dari
Abu Zahra dari Ahmad, katanya : “Ia dikenal dan dicatat sebagai ‘ulama ahli
hadits”.
Ø Al-Khathib
berkata: “Ia adalah kredible (tsiqah), bagus analisisnya”.
Ø An Nasa’i
berkata : “Ia adalah tsiqah”.
Ø Abu Bakr al-Khalal berkata: “Ia adalah lelaki
jujur, tegar dan pemalu”.
Ø ‘Abdullah
sendiri menyatakan, bahwa apa yang diucapkan adalah setelah didengarnya dari
ayahnya sebanyak tiga kali.[3]
Berdasarkan pernyataan para kritikus hadits dan ahli hadits serta
pengakuannya sendiri tersebut, maka ‘Abdullâh ibn Ahmad adalah perawi yang
salih, jujur (shadiq), banyak ilmu, cerdas (kritis). Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa ia adalah perawi yang tsiqah.
2.
Ahmad ibn Hanbal
a.
Nama dan hidupnya
Nama Ahmad ibn Hanbal diketahui dari pernyataan ‘Abdullâh bahwa ia
menerima riwayat dari ayahnya. Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Muhammad ibn
Hanbal ibn Hilal ibn Asad al-Syaybani, sebagai ayah bagi ‘Abdullâh al-Maruzi
al-Baghdadi. Ia lahir di Baghdad dan hidup pada tahun 164 – 241 H.
Ia menerima riwayat dari banyak guru, yakni Basyar ibn al-Mufdlal,
Isma’il ibn ‘Ilya, Sufyan ibn ‘Uyayna, Jarir ibn ‘Abd al-Hamid,
Yahya ibn Sa’id al-Qathan, Abu Dawud al-Thayalasi, ‘Abd Allah ibn Numair, ‘Abd
al-Razzaq, ‘Ali ibn ‘Ayyasy al-Humshi, al-Syafi’i, ghindar, Mu’tamar ibn
Sulaiman, dan banyak kelompok.
Riwayatnya disampaikan kepada al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
al-Baqun beserta al Bukhari, Aswad ibn ‘Amir Syadzan, ibn Mahdi, al-Syafi’i,
Abu al-Walid, ‘Abd al-Razzaq, Waki’, Yahya ibn Adam, Yazid ibn Harun (mereka
adalah gurunya), dan Qutaiba, Dawud ibn ‘Amr, Khalaf ibn Hisyam (mereka adalah
lebih tua darinya), dan Ahmad ibn Ubay al-Hawari, Yahya ibn Ma’in, ‘Ali ibn
al-Madini, al-Husain ibn Manshur, Ziyad ibn Ayub, Duhaim, Abu Qudama as
Sarkhasi, Muhammad ibn Rafi’, Muhammad ibn Yahya ibn Abi Samina (mereka adalah
satu kurun dengannya), dan anak-anaknya (‘Abdullah dan Shalih),
dan beberapa muridnya seperti Abu Bakr al-Atsram, Harb al-Kirmani, Baqi ibn
Mukhallid, Hanbal ibn Ishaq, Syahin ibn al-Samida’, al-Maimuni, dan lainnya. Orang
yang paling akhir meriwayatkan hadits darinya adalah Abu al-Qasim al-Baghawi.
b.
Pendapat ‘Ulama’
Berikut ini adalah pendapat yang disampaikan oleh para ahli tentang
Ahmad:
Ø Ibn Ma’in
berkata: “Saya belum melihat orang yang lebih baik daripada Ahmad. Ia tidak pernah
membanggakan bangsa Arab”.
Ø ‘Arim berkata:
“Pada suatu hari saya berkata padanya: ”Hai ayah ‘Abd Allâh, Engkau datang dari
Arab”, Jawabnya: “Hai ayah al-Nu’man, kami golongan miskin”.
Ø Shalih (puteranya) berkata: “Saya mendengar
ayah berkata bahwa ia lahir pada tahun 164 H. di bulan Rabi’ al Awwal”.
Ø Ibrahim ibn Syammas berkata: “Saya mendengar
waki’ ibn al-Jarrah dan Hafsh ibn Ghayyats berkata bahwa dalam belum ada lelaki
yang datang ke Kufa setaraf Ahmad”.
Ø Al-Qathan
berkata: “Belum pernah ada pemuda yang selevel Ahmad datang kepadaku”;.
Ø Ahmad ibn Sinan
berkata: “Saya tidak pernah melihat Yazid ibn Harun (murid Ahmad) lebih hormat
kepada seseorang daripada Ahmad ibn Hanbal”.
Ø ‘Abd al-Razzaq
berkata: “Saya belum melihat orang yang lebih menguasai hukum agama (Faqih) dan
lebih wira’i daripada Ahmad”.
Ø Abu ‘Ashim
berkata: “Kami belum pernah didatangi orang yang sangat baik fiqhnya daripada
Ahmad”.
Ø Yahya ibn Adam
berkata: “Ahmad adalah imam kita”.
Ø Asy-Syafi’i
berkata: “Saya meninggalkan Baghdad, dan saya tidak meninggalkan orang yang
lebih ahli di bidang fiqh, ahli zuhud, ahli wira’i dan lebih pandai daripada
Ahmad ibn Hanbal”.
Ø ‘Abdullâh
al-Khuraibi berkata: “Ia adalah orang terbaik di zamannya”.
Ø Abu al-Wahid
berkata: “Tidak ada orang di dua negeri yang lebih kucinta daripada Ahmad”.
Ø Al-‘Abbas
al-‘Anbari berkata: “Ia adalah Hujjah”.
Ø Ibn al-Madiri
berkata: “Tidak ada di antara teman kami yang lebih mampu menghafal hadits
daripadanya”.
Ø Qutaiba
berkata: “Ahmad adalah pemimpin dunia”.
Ø Abu ‘Ubaid
berkata: “Saya tidak mengetahui orang satu lebel Ahmad dalam Islam”.
Ø Yahya ibn Ma’in
berkata: “Seandainya kami duduk pada suatu majlis pemujaan tentu kami tidak
menyebutkan kelebihannya”.
Ø Al-‘Ijli berkata:
“Ia tsiqah yang konsisten dalam hal hadits, mensucikan jiwa, sangat memahami
hadits, pengikut atsar…”.
Ø Abu Tsaur
berkata: “Ahmad adalah guru dan pemimpin kami”.
Ø Abu Zur’ah
ar-Razi berkata: “Ahmad menghafal sejuta hadits, … dan saya mengambilnya beberapa
bab”.
Ø ‘Abdullâh
berkata: “Ayah senantiasa melakukan shalat 300 raka’at sehari semalam”.
Ø Al-Nasa’i
berkata: “Ahmad adalah orang yang hafidh (hafal banyak hadits), bertaqwa dan
ahli fiqh.[4]
Berdasarkan komentar diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ahmad
ibn Hanbal adalah Tsiqah.
3.
Sufyan
a.
Nama Lengkapnya
Berdasarkan data Ahmad ibn Hanbal, maka yang dimaksud dengan nama
Sufyan dalam hadits di atas adalah Sufyan ibn ‘Uyaina.[5] Nama
lengkapnya adalah Sufyan ibn ‘Uyaina ibn Abi ‘Imran Maimun al-Hilali, ayah
Muhammad al-Kufi. Ia tinggal di Mekkah.
Ia meriwayatkan hadits dari banyak guru, yakni ‘Abd al-Malik ibn
‘Umair, Abu Ishaq as-Sabi’i, Ziyad ibn ‘Alaqa, al-Aswad ibn Qays, Aban ibn
Tughlab, Ibrahim, Musa, Muhammad Bani ‘Uqba, Ishaq ibn ‘Abd Allâh ibn Abi Thalha,
Israil Abi Musa, Isma’il ibn Abi Khalid, Isma’il ibn Umaya, Ayub ibn Musa, Ayub
ibn Abi Tamima as Sakhtiyani, Yazid ibn Abi Barda, Bayan ibn Basyar, Ja’far
al-Shadiq, Jami’ ibn Abi Rasyid, Hamid al-Thawil, Hamid ibn Qays al-A’raj,
Zakariya ibn Abi Rasyid, Zaid ibn Aslam, Salim, Abi an-Nadhir, Abi Hazim ibn
Dinar, Sulaiman al-Taimi, Sulaiman al-Ahwal, Suma, Suhail, Syabib ibn Ghirqada,
Shalih ibn Kisan, Shalih ibn Shalih ibn Hay, Shafwan ibn Salim, Dlamra` ibn
Sa’id, ‘Ashim al-Ahwal, ‘Ashim ibn Bahdala ibn Kalib, ‘Abdullah ibn Dinar, Abi
al-Zinad, ‘Abd Allâh ibn Thawus, ‘Abd Allâh ibn Abi Husain, ibn Abi Najih, ‘Abd
Rabbih, Sa’d, Yahya, ‘Abd ar Rahman ibn al-Qasim, ‘Abd al-‘Aziz, ibn Rafi’,
‘Abd al-Karim Abi Umaya, ‘Abd al Karim al-Jazri, ‘Abd Allâh ibn ‘Umar, ‘Ubaid
Allâh ibn Abi Yazid, ‘Ali ibn Zaid ibn Jad’an, ‘Ubaid Allâh ibn ‘Abd Allâh ibn
al-Ashamm, ‘Amr ibn Dinar, az-Zuhri, al-‘Ala ibn ‘Abd al-Rahman,
ibn ‘Ajlan, Muhammad ibn ‘Amr ibn ‘Alqama, Mathraf ibn Tharif, al-A’masy,
Manshur, al-Walid ibn Katsir, Yazid ibn Khushaifa, Abi Ishaq al-Syaibani, Abi
Ya’fur al-Shaghir, dan masih banyak lagi.
Dan ia meriwayatkan hadits kepada al-A’masy (juga pernah
meriwayatkan hadits kepada Sufyan), ibn Juraij, Syu’ba, ats Tsauri, dan Mas'ar
(mereka adalah sekaligus gurunya), Abu Ishaq al-Fazzari, Hammad ibn Zaid,
al-Hasan ibn Hay, Hamam dan Abu al-Ahwash, ibn al-Mubarak, Qays ibn al-Rabi’,
Abu Mu’awiya, Waki’, Mu’tamar ibn Sulaiman, Yahya ibn Abi Zaida (mereka ini
satu masa dengan sufyan dan wafat sebelumnya), Muhammad ibn Idris al-Syafi’i,
’Abd Allâh ibn Wahab, Yahya al-Qathan, ibn Mahdi, Abu Usamah, Rauh ibn ‘Ubada,
al-Faryabi, Abu al-Walid al-Thayyalasi, ‘Abd al-Razzaq, Abu Nu’aim, Abu Ghassan
al-Nahdi, Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma’in, ‘Ali ibn al madini,
Ishaq ibn Rahawaih, ‘Amr ibn ‘Ali al-Fallas, dua putera Abi Syaiba, Abu
Khaitsama, Ahamad ibn Shalih al-Mishri, Ahmad ibn Mani’, Abu Tauba al-Halabi,
Abu Ja’far al-Nufaili, Abu Bakr al-Hamidi, ibn Abi ‘Umar al-‘Adani, ‘Ali ibn
Hajar, ‘Ali ibn Khasyram, Qutaiba, Abu Musa al-‘Unazi, Harun al-Hammal, Ahmad
ibn Syaiban al-Ramli, al-Hasan ibn Muhammad az-Za’farani, az-Zubair ibn Bakr,
Muhammad ibn ‘Isa ibn Hibban, Muhammad ibn ‘Ashim al-Ashbihani, dan lainnya.[6]
b.
Pendapat ‘Ulama’
Banyak komentar diberikan kepada Sufyan ibn ‘Uyaina, di antaranya
adalah:
Ø Ibn al Madini
berkata: “Sufyan lahir pada tahun 107 H.”.
Ø Ibn ‘Uyaina (Sufyan) berkata: “Orang yang
pertama kali memberiku sanad adalah Mas'ar”.
Ø ‘Ali ibn
al-Madini berkata: “Tidak ada murid al-Zuhri yang lebih bertaqwa daripada ibn
‘Uyaina (Sufyan)”. … “Saya mendengar Basyar ibn al-Mufdlal berkata, bahwa tidak
ada seorangpun di muka bumi ini yang menyerupai ibn ‘Uyaina”.
Ø Al-‘Ijli
berkata: “Sufyan adlaah seorang Kufa, tsiqah dalam meriwayatkan hadits,
haditsnya hasan, tergolong bijak diantara para pemangku hadits”.
Ø Al-Syafi’i
berkata: “Seandainya tidak ada Malik dan Sufyan, niscaya ilmu bangsa Hijaz
telah musnah”. … “Saya belum melihat seorang manusia yang mempunyai keluasan
ilmu sebagai yang dimiliki ibn ‘Uyaina, tidak ada pemuda seramah dia”.
Ø ‘Utsman al
darimi berkata: “Aku bertanya pad aibn Ma’in: “ibn ‘Uyaina, ‘Amr ibn Dinar,
ataukah al-Tsauri yang lebih kau cinta?” Jawabnya: “Uyaina sendiri yang lebih
tahu”.
Ø Ibn Wahb
berkata: “Saya belum melihat orang yang lebih mengetahui kitab Allâh daripada
ibn ‘Uyaina”.
Ø Al-Waqidi
berkata: “Sufyan wafat pada hari sabtu pertama di bulan Rajab tahun 198 H.”.
Ø Ibn ‘Ammar
berkata: “Saya mendengar Yahya ibn Sa’ad al-Qathan berkata: “Saksikan, bahwa
Sufyan ibn ‘Uyaina meninggal pada tahun 197 H”.
Ø Ibn Ma’in
al-Razi mengatakan, Harun ibn Ma’ruf berkata: “Sesungguhnya ibn ‘Uyaina
inkonsistens”, sedangkan Sulaiman ibn Hazb berkata: “Ibn ‘Uyaina mengalami
kesalahan pada umumnya hadits melalui Ayub”.
Ø Ahmad berkata:
“Saya tidak melihat seorang ahli fiqh yang lebih pandai dalam hal al-Qur`ân dan
al-Sunnah daripada Sufyan”.
Ø Ibn Sa’ad
berkata: “Sufyan itu tsiqah yang konsisten, banyak hadits, dan menjadi Hujjah”.
Ø Para huffadh
sepakat bahwa Sufyan adalah orang yang lebih konsisten terhadap ‘Amr ibn Dinar. Ibn
Hibban berkata: “Sufyan termasuk penghafal hadits yang serius, ahli Wira’i dan
ahli agama”.[7]
Berdasarkan uraian di atas, maka Sufyan ibn ‘Uyaina adalah perawi
yang tsiqah dan muttashil dengan perawi sesudahnya.
4.
‘Amr
a.
Nama dan Nasabnya
Perawi ini bernama lengkap ‘Amr ibn Dinar al-Makki, ayah Muhammad
al-Atsram al-Jumahi Maulahum.
‘Amr menerima riwayat hadits dari banyak guru, yakni ibn ‘Abbas,
ibn Zubair, ibn ‘Umar, ibn ‘Amr ibn al-‘Ash, Abu Huraira, Jabir ibn ‘Abd Allâh,
Abu al-Thufail, Sa’ib ibn Yazid, Bujala ibn ‘Ubda, Abu al-Sya’tsa Jabir ibn
Zaid, al-Hasan ibn Muhammad ibn ‘Ali ibn Abi Thalib, Abu Shalih as Samman, Wahb
ibn Munabbih, Abu Salama ibn ‘Abd al-Rahman, Abu al-‘Abbas al-Sya’ir al-A’ma,
Salim ibn Syawwal, Sa’id ibn Abi Barda, Sa’id ibn Jubair, Sa’id ibn al-Zubair,
ibn Abi Mulaika, ‘Urwa ibn al-Zubair, Abu Al Minhal ‘Abd
al-Rahman ibn Muth’im, ibn Abi Mulaika, ‘Atha ‘ibn Mina, ‘Atha ibn Yasar,
‘Ikrima, ‘Amr ibn Aus ats Tsaqafi, Kuraib, al-Qa’qa’ ibn Hakim, Muhammad dan
Nafi’ (dua putera Jubair ibn Muth’am), Abu Ja’far Muhammad ibn ‘Ali ibn al
Husain, al-Zuhri, dan kelompok lainnya.
Dan dari ‘Amr riwayat disampaikan kepada Qatada yang wafat
mendahului ‘Amr, Ayyub, ibn Juraij, Ja’far al-Shadiq, Muhammad ibn Juhada,
Malik, Syu’ba, Dawud ibn ‘Abd ar-Rahman al-‘Athar, Rauh ibn al-Qasim, Zakaria
ibn Ishaq, Salim ibn Hayyan, Sulaiman ibn Katsir, Qurra ibn Khalid, Qays ibn
Sa’d al-Makki, Muhammad ibn Muslim, al-Tha’ifi, Mathar al-Waraq, Wuraqa ibn
‘Umar, Hasyim, Abu ‘Uwana, Manshur ibn Zadzan, al-Hammadan (dua nama Hammad), dua
nama Sufyan, dan lainnya.[8]
b.
Pendapat ‘Ulama’
Untuk mengetahui siapakah ia kita perlu mencermati beberapa komentar
dari para ahli. Antara lain :
Ø Muhammad ibn
‘Ali al-Jurjani berkata atas riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, bahwa Syu’ba tidak
mampu mengajukan seorang nama kepada ‘Amr ibn Dinar, baik dalam hal hukum
maupun lainnya. Demikian pula kata ibn al-Madini dari ibn Mahdi dari Syu’bah.
Ø Nu’aim ibn
Hammad berkata: “Aku mendengar ibn ‘Uyaina menyebutkan riwayat dari ibn Najih
yang menyatakan, bahwa di sini kami tidak mendapati seorang pun yang lebih
intelek (ahli Fiqh), dan berilmu lainnya daripada ‘Amr ibn Dinar, termasuk
‘Atha, Mujahid dan Thawus”.
Ø Al-Humaidi dan
kawan-kawan berkata dari Sufyan: “Saya bertanya kepada Mas'ar, adakah orang
yang kau lihat lebih meyakinkan terhadap hadits?” Jawabnya: “ ‘Amr ibn Dinar
dan al-Qasim ibn ‘Abd ar Rahman”.
Ø ‘Abd ar-Rahman
ibn al-Hakam berkata dari ibn ‘Uyaina: “ ‘Amr ibn Dinar menyampaikan riwayat
kepada kami, ia seorang tsiqah, tsiqah, tsiqah…”.
Ø ‘Ali ibn
al-Hasan al-Nasa’i dari ibn ‘Uyaina berkata: “ ‘Amr sakit dijenguk oleh
al-Zuhri. Ia berdiri dan berkata: “Saya belum melihat seorang yang lebih hebat
dalam hal hadits daripada Syekh yang satu ini”. “… ia tsiqah dan konsisten”.
Ø ‘Ali dari al
Qathan berkata: “ ‘Amr lebih konsisten bagiku daripada Qatada”.
Ø Abu Zur’a dan
Abu Hatim: “Ia tsiqah”. Ibn Abi Hatim dari Abu Zur’a berkata: “Saya belum
mendengar (riwayat) dari Abi Huraira”.
Ø Ibn Hibban: “Ia
melebihi 70 orang”.
Ø Al-Tirmidzi:
“Al-Bukhari menyatakan, bahwa ‘Amr ibn Dinar tidak mendengar dari ibn ‘Abbas
sebuah hadits riwayat dari ‘Umar tentang menangis terhadap mayit”.
Ø Ibn Hajar: “Ini
semua mengindikasikan, bahwa ia seorang mudallis”.
Ø Al-Dzakaf: “Apa
yang disangkakan kepadanya berupa isu syi’ah (Tasyayyu’) adalah nonsence
(bathil)”.[9]
Mayoritas komentator di atas menilai bahwa ‘Amr ibn Dinar adalah
perawi tsiqah, terpercaya dan muttashil.
5.
Abu al Minhal
a.
Nama dan Nasabnya
Yang dimaksud dengan Abu al-Minhal di sini adalah ‘Abd Ar-Rahman ibn
Muth’im al-Bunani, ayah al-Minhal al-Makki. Ia orang Bashra
yang pindah ke Makkah.
Abu al-Minhal mengambil riwayat dari ibn ‘Abbas, al-Barra, Zaid ibu
Arqam dan Iyas ibn ‘Abd al-Muzni.
Dan ia meriwayatkan hadits kepada ‘Amr ibn Dinar,
Habib ibn Abi Tsabit, ‘Amir ibn Mash’ab, Sulaiman al-Ahwal, ‘Abd Allâh ibn
Katsir al-Qari’, Isma’il ibn Umaya dan Abu al-Tayyah.
b.
Pendapat ‘Ulama’
Banyak komentar dialamatkan kepadanya. Antara lain:
Ø Abu Zur’a: “Ia
orang Makkah dan tsiqah”. Demikian dicatat oleh ibn Hibban.
Ø Abu Bakr ibn
Abi ‘Ashim: “Ia wafat pada tahun 106 H”.
Ø Ibn Hajar: “Abu
al-Minhal dianggap tsiqah oleh ibn Ma’in, Dar al-Quthni, al’Ijli dan Abu
Hatim.”.
Ø Ibn Sa’d: “Ia
tsiqah, sedikit hadits”.
Ø Al-Bukhari: “Ia
dipuji oleh ibn ‘Uyaina (Sufyan)”.
Ø Abu al-Tayyah
berkata dan meriwayatkan dari al-Minhal al-‘Inzi: “Saya tidak tahu, apakah
demikian atau tidak”.[10]
Beberapa komentar tersebut mengisyaratkan bahwa Abu al-Minhal
adalah seorang yang tsiqah dalam sanad.
6.
Iyas
a.
Nama Lengkapnya
Nama lengkapnya adalah Iyas ibn ‘Abd al-Muzanni, ayah ‘Auf. Ia
seorang shahabat.
Ia meriwayatkan hadits dai NABI saw., bahwa Nabi melarang penjualan
air (haditsnya telah disebut di depan). Riwayat tersebut dari Iyas diterima
oleh Abu Al-Minhal’Abd al-Rahman ibn Muth’am.
b.
Pendapat ‘Ulama’
Tidak banyak komentar yang diberikan kepada Iyas, yaitu:
Ø Ibn Hajar:
“Dalam al-Mu’jam, al-Baghawi berkata: “Saya tidak mengetahuinya meriwayatkan
hadits yang diisnadkan pada lainnya. Hadits yang diriwayatkan darinya adalah
Mauquf. Ia adalah kakek ‘Abdullâh ibn al-Walid ibn ‘Abd ibn Ma’qal ibn Muqrin”.
Ø Al-Azdi dan ibn
‘Abd al-Bar: “Riwayatnya hanya diterima oleh ‘Abd al-Rahman ibn Muth’im”.[11]
Pendapat yang hanya datang dari dua orang tersebut menilai bahwa
Iyas tidak terkenal, bahkan haditsnya dianggap mauquf oleh al-Baghawi. Namun
demikian keadaan tersebut tidak mengurangi nilai dan bobot hadits yang
dibawanya karena para rijal lainnya sangat dipercaya.
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan keterangan di atas, hadits di atas memiliki sanad yang
muttashil dari bawah keatas. Semua rawi mendapat komentar dari banyak kalangan
dan pihak yang menunjukkan bahwa mereka adalah tsiqah, meskipun masih ada
sebagian yang memperoleh nilai kurang, yakni Iyas, ia dinilai oleh al-Baghawi
bahwa hadits yang dibawanya adalah mauquf. Namun demikian belum ada yang
mencelanya.
Dari uraian di atas dapat diambil simpulan, bahwa hadits tentang
larangan menjual air di atas adalah shahih sanadnya, karena para perawinya
adalah muttashil, tidak syadz dan tidak tercela, kecuali Iyas. Dengan demikian,
hadits tersebut ditinjau dari segi sistem periwayatan adalah Shahih. Dan dapat
dijadikan sumber hukum dalam Islam mengenai Buyu’.
Bahwa takhrij al-hadits yang dilakukan ini hanya terfokus pada
sanadnya. Maka hasil akhir dari sebuah penelitian belum bisa maksimal, karena
masih bergantung pada bagaimana keadaan matan sebuah hadits.
V.
PENUTUP
Demikianlah yang dapat saya sampaikan pada pembahasan makalah ini. Sekiranya
banyak kesalahan dalam penyusunannya, saya mohon ma’af yang sebesar-besarnya,
saya berharap Bapak Dosen dapat memberikan kritik dan saran guna memperbaiki
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abd Al Tsafi, Muhamad Abd As Salam, 1994, Musnad Imam Ahmad Bin
Hambal Juz 7, Beirut: Darul Kitab Al Islami.
Al ‘Asqalani,
Ibn Hajar, Tahdzhib at Tahdzib, 1984, Beirut Libanon: Darul Kitab Al
Islami.
[1] Muhamad Abd As Salam Abd Al Tsafi, Musnad Imam Ahmad Bin Hambal,
(Beirut:Darul Kitab Al Islami,
1994) Juz 4 hal.138
[2] Ibn Hajar al ‘Asqalani, Tahdzhib at Tahdzib, Beirut Libanon:
Darul Kitab al Islami, 1984, Juz 5, 141.
[3] Ibid.
[4] Ibid.,Juz 5 hal. 141
[6] Ibid., Juz 4 hal. 104-105.
[7] Ibid., Juz 4 hal. 105-107.
[8] Ibid., Juz 8 hal. 26-27
[9] Ibid., Juz 8 hal. 27
[10] Ibid., Juz 6 hal. 234.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar